Sabtu, 22 Januari 2011

REFORMASI BIROKRASI INDONESIA

Reformasi telah menjadi suatu kata yang menggelinding dan menjadi semangat gerak langkah anak bangsa untuk membuka katub-katub kekuasaan yang selama ini tidak tersentuh. Ia telah menjadi bagian yang sangat penting dalam usaha bangsa untuk merumuskan kembali seluruh tatanan nilai dan aturan hidup bersama. Mungkin tidak ada lagi hari tanpa tuntutan reformasi yang dilakukan oleh seluruh kalangan, kelompok masyarakat, mahasiswa, pegawai kantor yang menggemakan beragam tuntutan reformasi total disegala bidang.

Reformasi dapat diterjemahkan sebagai perubahan radikal (bidang sosial, politik atau agama) disuatu masyarakat atau negara. Sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya perbaikan (bidang politik, sosial, agama) tanpa kekerasan.

Radikal berarti secara menyeluruh, habis-habisan, perubahan yang amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan, dan sebagainya), maju dalam berfikir dan bertindak. Selain itu, radikalisme adalah faham atau aliran yang radikal dalam politik, faham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis, sikap ekstrim disuatu aliran politik.

Reformasi dapat pula diartikan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang atau tidak baik tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah ada. Pranata yang dimaksudkan disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia didalam masyarakat.

Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.

Kesulitan dalam memberantas KKN dalam pemerintahan dan birokrasi terjadi karena rendahnya komitmen pemerintah untuk membenahi sistem birokrasi publik. Banyak perhatian diberikan untuk mereformasi sistem dan lembaga politik, tetapi hal yang sama tidak dilakukan dalam birokrasi publik, sehingga tidak banyak menghasilkan perbaikan kinerja pelayanan publik. Dengan birokrasi yang syarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, bersikap dan bertindak sebagai penguasa dan tidak profesional maka perubahan apapun yang terjadi tidak akan memiliki dampak yang berarti bagi perbaikan kinerja pelayanan publik. Karenanya, adalah hal yang sangat lumrah ketika perbaikan dalam kehidupan politik yang semakin demokratis sekarang ini belum memiliki dampak yang berarti pada kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini untuk bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknya kinerja birokrasi publik di Indonesia sering menjadi determinan yang penting dari penurunan minat investasi. Akibatnya pemerintah sangat sulit dalam menarik investasi, belum lagi ditambah dengan masalah-masalah lain seperti ketidakpastian hukum dan keamanan nasional.

Tata pemerintahan yang baik ( Good Governance ) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi public. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dengan terminology demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sector public. Dalam disiplin atau profesi manajemen public konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi public. Paradigma baru ini menekankan pada peranan menejer public agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan ekonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan control yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas public dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan
perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Namun banyak disadari oleh berbagai kalangan yang terlibat dalam proses reformasi atau demokratisasi tersebut, bahwa perubahan dan pengubahan tersebut tidak dengan sendirinya akan membawa perbaikan yang dikehendaki, yakni ditegakkannya demokrasi serta dihargai sepenuhnya HAM.

Hingga hari ini kita masih berada di tengah-tengah krisis yang begitu
dalam dan mengoyak seluruh lapisan masyarakat serta setiap segi
kehidupannya. Orang-orang yang berada di lapis bawah ini lah yang paling
membutuhkan demokrasi. Pemikiran dan tindakan demokratik seharusnya
diarahkan pada kebutuhan rakyat dari lapis bawah tersebut.

Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Protes, demonstrasi dan bahkan pendudukan kantor-kantor pemerintahan oleh masyarakat yang sering terjadi diberbagai daerah menjadi indikator dari besarnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya. Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik diharapkan akan mampu mengembalikan image pemerintah dimata masyarakat karena dengan kwalitas pelayanan publik yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali. Kalau ini dilakukan maka pemerintah akan memperoleh kembali legitimasi dimata publik.

Indahnya lantunan reformasi dengan segudang syair-syairnya hanya menjadi sebuah nyanyian pengantar tidur, padahal semangat utamanya adalah ingin mengadakan perubahan besar-besaran dalam berbagai sendi – sendi kehidupan agar mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang bersih dan berwibawa, bangsa yang mampu hidup bukan dengan mengandalkan utang-utang luar negeri yang semakin mencekik. Namun harapan ini menjadi sebuah mimpi ketika reformasi tidak mampu menciptakan iklim yang kondusif dengan memupuk aparatur-aparatur birokrasi baik eksekutif maupun legislatif yang bermental buruk, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan sehingga bukan perubahan menuju perbaikan justru perubahan yang menuju kehancuran. Seharusnya mereka lebih mengarusutamakan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendekatan dan kepentingan yang berpihak kepada masyarakat demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Karena pembangunan kesejahteraan masyarakat adalah faktor pertama dan utama yang harus diwujudkan oleh sebuah bangsa yang beradab.

Strategi pembangunan nasional yang masih saja bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, industri padat modal, sistim konglomerasi dan utang luar negeri adalah beberapa indikasi adanya hegemoni neoliberalisme pada tataran pemerintah pusat. Selain itu sejak jaman Orde Baru sampai sekarang komitmen pemerintah terhadap wawasan kesejahteraan masyarakat belum banyak mengalami kemajuan yang berarti. Pemerintah lebih senang menanam jagung yang memberi hasil dalam jangka pendek daripada menanam pohon jati yang memberi hasil jangka panjang. Pada tataran Otonomi Daerah, lebih sering diartikan hanya sebagai pengalihan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi saja. Akibatnya desentralisasi seakan-akan hanyalah proses perlombaan peningkatan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) tanpa memperhatikan Permasalahan Asli Daerah, padahal pemerintah pusat mempunyai kewajiban untuk memperhatikan keadaan dan perkembangan daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan kekuasan pemerintahan.

1 komentar:

Jun Ibey mengatakan...

Sebenarnya,, apa sih itu birokrasi ??
dan apa solusi yang bisa kita lakukan ketika kita melihat korupsi masih merajalela di negeri tercinta kita ini ??
dan mengapa, pemerintah seakan-akan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di negeri ini ??
apakah pemerintah hanya memprioritaskan uang dan kekayaan, tanpa memikirkan kejadian2 yang miris di negeri ini ??

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Serat ILmu
Theme by Yusuf Fikri