Senin, 04 April 2011
Browse » Home »
» Falsafah Adat Minangkabau
Falsafah Adat Minangkabau
1. Ciri dan Adat Orang Minang
1.1. Aman dan Damai
Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan,sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Tujuan hidup orang Minangkabau:
Bumi Sanang Padi Manjadi
Taranak Bakambang biak
Rumusan menurut ada Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah,seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu; “Baldatun Taiyibatun wa Rabbun Gafuur“, yang bermakna; Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam naungan ampunan Tuhan.
Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.
1.2. Masyarakat nan “Sakato”
Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat. Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.
Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wadah) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
1.3. Unsur-unsur Masyarakat nan sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.
1.3. a. Saiyo Sakato
Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain dengan pepatah; “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”.
Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan.
Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga pipih atau picak (melalui voting).
Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu.
Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi.Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun menyangkut urusan pribadi.
Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai orang-orang Minang.
Adat Minang sangat menjunjung persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.
Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.
Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.
Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.
1.3.b. Sahino Samalu
Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.
Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.
1.3.c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan agar ketertiban dan ketentraman selalu terjaga.
1.3.d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.
Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.
Bumi Sanang Padi Manjadi
Padi Masak Jaguang Maupiah
Anak Buah Sanang Santoso
Taranak Bakambang Biak
Bapak Kayo Mande Batuah
Mamak Disambah Urang Pulo.[]
*********************
2. Nilai Dasar Adat Minangkabau
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.
2.1. Pandangan Terhadap Hidup
Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :
Gajah mati maninggakan gadieng
Harimau mati maninggakan baling
Manusia mati maninggakan namo
Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga mengatakan;
“Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku,
manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau
Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.
2.2. Pandangan Terhadap Kerja
Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:
Kayu hutan bukan andaleh Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuek ka lamari Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan barani bapaneh Tahan hujan berani berpanas
Baitu urang mancari rasaki Begitu orang mencari rezeki
Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang disabdakan Nabi saw:
“‘i’mallidunyaka kaanaka tamuusu abada, wa’mal li akhiratika tamuutu ghada”
Jadi masyarakat dituntut bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.
2.3. Pandangan Terhadap Waktu
Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya serta bekal apa yang dibawa sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermakna, sebagaimana dikatakan pepatah;
“Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.
Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau.
Maliek contoh ka nan sudah.
Bila masa lalu tak menggembirakan dia akan berusaha memperbaikinya.
Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarah merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa;
“bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.
2.4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam
Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.
Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.
2.5. Pandangan Terhadap Sesama
Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”.
Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.
Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal.
Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.
Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan.
Dikatakan dalam mamangan adat;
“Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang”.
Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan;
“nan tuo dihormati,
samo gadang baok bakawan,
nan ketek disayangi”.
Kedatangan agama Islam di ranah Minang membuat konsep pandangan terhadap sesama lebih dipertegas lagi.
Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.[]
*************************
3. Pembagian Alam Minangkabau
Wilayah administratif adat Minangkabau tempo dulu dibagi atas tiga daerah yang memiliki karateristik pola hidup dan tatanan otonom tradisi yang berlaku di masing-masing daerah tersebut yang dinamakan luhak .
3.1. Luhak Tanah Datar
Ciri khasnya melekat pada wilayah Luhak Tanah Datar;
a. Sifatnya :
- airnya jernih,
- ikannya jinak,
- buminya dingin.
b. Daerah otonom; terbagi kepada 3 bagian yaitu :
1. Lima Kaum 12 Koto
2. Sungai Tarab 8 Batur
3. Batipuh 10 Koto
Yang asal ialah Lima Kaum. Kemudian berkembang menjadi koto dan ada sembilan koto didalamnya.
- Yang dinamakan 12 koto ialah :
Ngungun, Panti, Cubadak, Sipanjang, Pabalutan, Sawah Jauh, Rambatan, Padang Magek, Labuh, Parambahan, Tabek dan Sawah Tangah.
- Sembilan pula koto didalamnya yakni :
Tabek Boto, Galogandang, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukit Gombak, Sungai Ameh, Tanjung Barulak dan Rajo Dani.
- Yang masuk Sungai Tarab adalah :
Koto Tuo, Pasir Laweh, Koto Panjang, Selo, Sumanik, Patih, Situmbuk, Gurun, Ampalu, Sijangat, Koto Badamping. Kemudian Sungai Tarab dinamai Sungai Tarab Delapan Batur (asalnya atur) yang berekor berkepala, yang berkopak berambai, empat di kiri dan empat di kanan.
Tanjung Sungayang membuat pula dusun sekelilingnya :
Andalas, Barulak, Talago, Sungai Patai, Sungayang, Sawah Liat, dan Koto Ranah.
Tanjung Sungayang dengan Nan Tujuh Koto dinamai Permata Diatas Emas. Negeri ini dinamai juga bertanjung yang tiga dan berluhak yang tiga.
Tanjung yang tiga yaitu; dikepalai;
Tanjung Alam, ditengah; Sungayang dan diekornya; Tanjung Talawi.
Yang dinamakan Batipuh 10 Koto ialah :
Pariangan Padang Panjang, Jaho, Tambangan, Koto Lawas, Pandai Sikek, Sumpur, Malalo, Gunung dan Paninjauan.
Batas luhak Tanah Datar ialah;
dari mudik mulai Tarung-tarung (Solok) sampai ke hilirnya sehingga Talang Danto (Sijunjung).
3.2. Luhak Agam
Sifatnya :
- airnya keruh,
- ikannya liar, dan;
- buminya hangat.
Luhak Agam memakai adat Koto Piliang dan adat Bodi Caniago.
Yang memegang adat Koto Piliang dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Panjang berkedudukan di Biaro.
Adat Bodi Caniago dahulu pemimpinnya Datuk Bandaro Kuning tempatnya di Tabek Panjang, Baso.
Yang masuk adat Datuk Ketemanggungan adalah 16 koto terkandung didalamnya yaitu :
Sianok, Koto Gadang, Guguk, Tabek Sarojo, Sarik, Sungai Puar, Batagak, Batu Palano, Lambah, Panampung, Biaro, Balai Gurah, Kamang Bukit, Salo, Magek.
Daerah itulah yang dinamakan Ampek Angkek atau empat-empat mereka sama-sama berangkat. Disana tidak ada penghulu yang bergelar pucuk.
Selain dari yang 16 koto itu semuanya beradat Bodi Caniago atau adat Datuk Perpatih nan Sebatang, meliputi :
Kurai, Banuhampu, Lasi, Bukit Batabuah, Kubang Putiah, Koto Gadang, Ujuang Guguak, Canduang, Koto Laweh, Tabek Panjang, Sungai Janiah, Cingkariang, Padang Luar dll.
Semua kebesaran dinegeri ini memakai pucuak.
Adapun tapal batas luhak Agam ialah :
dari Lada Sula (Koto Baru) sampai kehilirnya Dusun Tingga (Titi Padang Tarab) tempat empangan air proyek PLTA Batang Agam pada zaman sekarang.
3.3. Luhak Lima Puluh Kota
Sifatnya :
-airnya manis sejuk,
-ikannya jinak, dan;
-buminya sejuk
Luhak Lima Puluh Kota terbagi atas 3 jenis daerah :
- Luhak, meliputi;
pemerintahan laras nan buntar sehingga Simalanggang hilir terus ke Taram.
- Ranah, meliputi;
pemerintahan Laras Batang Sinamar sehingga Simalanggang mudik dan kehilirnya ranah Tebing Tinggi dan kemudiknya Mungka.
- Kalarasan, meliputi;
Laras nan Panjang hingga Taram Hilir kemudiknya Pauh Tinggi.
Yang masuk bagian luhak adalah:
Suayan, Sungai Belantik, Sarik Lawas, Tambun Ijuk, Koto Tangah, Batu Hampar, Durian Gadang, Babai, Koto Tinggi, Air Tabit, Sungai Kemuyang Situjuh Bandar Dalam, Limbukan Padang Kerambil, Sicincin dan Aur Kuning, Tiakar, Payobasung, Mungo, Andalas, Taram, Bukit Limbuku, Batu Balang dan Koto nan Gadang.
Yang termasuk ranah ialah;
Ganting, Koto Lawas, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk Batangkap, Tarantang, Sarilamak, Harau, Solok Bio.-bio (Padang Lawas).
Yang dinamakan Laras adalah :
Gadut Tebingtinggi, Sitanang Muaro Likin, Halaban dan Ampalu, Surau dan Labuh Gunung.
**************
4. Sifat Pribadi Minang
Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab.
Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan selalu dalam lindungan Tuhan.
Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu. Sifat-sifat yang ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :
4.1.. Hiduik Baraka, baukua jo bajangko;
artinya; hidup berpikir, berukur dan berjangka
Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.
Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak, otot dan hati.
Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergi ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.
Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :
Dalam mulo akhia mambayang; ( Dalam awal akhir terbayang)
Dalam baiak kanalah buruak ; (Dalam baik ingatlah buruk)
Dalam galak tangieh kok tibo; ( Dalam tawa tangis menghadang)
Hati gadang hutang kok tumbuah; ( Hati riang hutang tumbuh.)
Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada;
Alun rabah lah ka ujuang; (Belum rebah sudah keujung)
Alun pai lah babaliak; (Belum pergi sudah kembali)
Alun di bali lah bajua; (Belum dibeli sudah dijual)
Alun dimakan lah taraso; (Belum dimakan sudah terasa)
Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya. Pendek kata dibuat rencana yang mantap dan terinci;
Dihawai sahabih raso; (Diraba sehabis rasa)
Dikaruak sahabih gauang; (Dijarah sehabis lobang)
Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah :
Mangaji dari alif Mengaji dari alif
Babilang dari aso Berhitung dari satu
Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan asal berbuat tanpa berpikir.
Mancancang balandasan Mencencang berlandasan
Malompek basitumpu Melompat bersitumpu
Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka menderita penyakit “Excessive Individualisme“, penyakit susah diatur, merasa lebih super dari orang lain, karenanya dihinggapi penyakit “pantang taimpik”.
Struktur organisasi dipenghujung abad ke XX ini, baik organisasi pemerintah, angkatan bersenjata, organisasi sosial, maupun organisasi perusahaan mempunyai struktur piramida, lancip ke atas.
Struktur organisasi yang semacam ini, memaksa orang-orang dalam formasi yang berlanggo-langgi, atau bertingkat-tingkat. Ada yang disebut bawahan dan ada atasan, ada yang memerintah dan ada pula yang harus menjalankan perintah. Orang Minang kebanyakan belum dapat menyesuaikan diri dengan pola kemasyarakatan yang baru ini.
Apalagi bila dalam organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Inilah agaknya salah satu sebab kenapa dipenghujung abad XX ini orang-orang Minang sudah jarang yang menonjol dipentas nasional.
Kalau ada yang menonjol satu dua, maka yang duduk menjadi bawahannya, mungkin sekali bukan orang Minang. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sbb :
Bajalan ba nan tuo Berjalan dengan yang tua
Balayie ba nakhodo Berlayar ber-nakhoda
Bakata ba nan pandai Berkata dengan yang pandai
Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita lebih memahami pola organisasi modern dibandingkan kita. Renungkanlah.
Masih bayak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.
Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :
Nak kayo kuek mancari; (Ingin kaya, bekerja keraslah)
Nak tuah bertabur urai; (Ingin tuah, bertabur hartalah)
Nak mulie tapeki janji; (Ingin mulia, tepati janji)
Nak namo tinggakan jaso; (Ingin nama, berjasalah)
Nak pandai kuek baraja; (Ingin pandai, rajinlah belajar)
Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan oang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain.
Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut :
Elok dek awak Yang elok menurut kita
Katuju dek urang (Namun juga) disukai orang lain
Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.
Nenek moyang orang Minang, sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air sejak tahun 1950-an yang lalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :
Balabieh ancak-ancak Berlebihan berarti ria
Bakurang sio-sio Kalau kurang sia-sia
Diagak mangko diagieh Dihitung dulu baru dibagi
Dibaliek mangko dibalah Dibalik dulu baru dibelah
Bayang-bayang sepanjang badan Bayang-bayang sepanjang badan
(Beban jangan lebih dari kemampuan)
Nan babarieh nan dipahek Yang dibaris yang dipahat
Nan baukue nan dikabuang Yang diukur yang dipotong
Jalan nan luruih nan ditampuah Jalan lurus yang ditempuh
Labuah pasa nan dituruik Jalan yang lazim yang dituruti
Di garieh makanan pahat Digaris makanan pahat
Di aie lapehkan tubo Di air lepaskan racun
Tantang sakik lakek ubek Ditempat yang sakit diberi obat
Luruih manantang barieh adat Lurus menentang baris adat
4.2. Baso basi – malu jo sopan
Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.
Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :
Nan kuriak iyolah kundi; Yang burik ialah kundi
Nan merah iyolah sago; Yang merah ialah sega
Nan baiak iyolah budi; Yang baik ialah budi
Nan indah iyolah baso; Yang indah ialah basa (basi)
Kuek rumah dek sandi; Kuatnya rumah karena sendi
Rusak sandi rumah binaso; Rusak sendi rumah binasa
Kuek bangso karano budi; Kuatnya bangsa karena budi
Rusak budi bangso binaso; Rusak budi bangsa binasa
Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.
Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:
Nan tuo dihormati; Yang tua dihormati
Nan ketek disayangi; Yang kecil disayangi
Samo gadang bawo bakawan; Sama besar bawa berkawan
Ibu jo bapak diutamakan; Ibu dan ayah diutamakan
Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :
Dek ribuik rabahlah padi
Di cupak Datuak Tumangguang
Rarak kaliki dek binalu
Tumbuah sarumpun ditapi tabek
Hiduik kok tak babudi
Duduak tagak kamari cangguang
Kalau habih raso jo malu
Bak kayu lungga pangabek
Karena ribut rebahlah padi
Di cupak Datuk Tumenggung
Gugur Keliki karena benalu
Tumbuh serumpun di tepi tebat
Hidup kalau tak berbudi
Duduk berdiri serba canggung
Kalau habis rasa dan malu
Bagaikan kayu longgar pengikat
Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.
Pepatah menyebutkan sbb:
Pucuak pauah sadang tajelo
Panjuluak bungo linggundi
Nak jauah silang sangketo
Pahaluih baso jo basi
Pulau pandan jauah ditangah
Dibaliak pulau angso duo
Hancua badan di kanduang tanah
Budi baiak takana juo
Nak urang koto ilalang
Nak lalu ka pakan baso
Malu jo sopan kok lah ilang
Habihlah raso jo pareso
Pucuk pauh sedang terjela
Penjuluk bunga linggundi
Supaya jauh silang sengketa
Perhalus basa basi (budi pekerti)
Pulau pandan jauh di tengah
Dibalik pulau angsa dua
Hancur badan dikandung tanah
Budi baik terkenang juga
Anak orang koto Hilalang
Mau lewat ke pekan Baso
Malu dan sopan kalau sudah hilang
Habislah rasa dan periksa
4.3. Tenggang raso
Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.
Pepatah memperingatkan sebagai berikut :
Bajalan paliharo kaki
Bakato paliharo lidah
Kaki tataruang inai padahannyo
Lidah tataruang ameh padahannyo
Bajalan salangkah madok suruik
Kato sapatah dipikian
Berjalan pelihara kaki
Berkata pelihara lidah
Lidah tertarung emas imbuhannya
Berjalan selangkah, lihat kebelakang
Kata sepatah dipikirkan
Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang
artinya :
Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain
Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang
Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang
4.4. Setia (loyal)
Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.
Pepatah menyebutkan sbb:
Malompek samo patah
Manyarunduak samo bungkuak
Tatungkuik samo makan tanah
Tatalantang samo minun aia
Tarandam samo basah
Rasok aia pulang ka aia
Rasok minyak pulang ka minyak
Melompat sama patah
Menyerunduk sama bungkuk
Tertelungkup sama makan tanah
Tertelantang sama minun air
Terendam sama basah
Resapan air kembali ke air
Resapan minyak kembali ke minyak
Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.
Pepatah adat mengajarkan sbb:
Adat badunsanak, dunsanak patahankan.
Adat bakampuang, kampuang patahankan.
Adat banagari, nagari patahankan.
Adat babangso, bangso patahankan.
Artinya :
Adat bersaudara, saudara dipertahankan
Adat berkampung, kampung dipertahankan
Adat bernegeri, negeri dipertahankan
Adat berbangsa, bangsa dipertahankan
Parang ba suku samo dilipek
Parang samun samo dihadapi
Artinya;
Perang antar suku sama disimpan
Perang terhadap penjahat sama dihadapi
Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.
4.5. Adil
Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”.
Adat Minang mengajarkan sbb :
Maukua samo panjang.
Tibo dimato indak dipiciangkan.
Tibo diparuik indak dikampihkan.
Tibo didado indak dibusuangkan.
Mandapek samo balabo.
Kahilangan samo marugi.
Maukua samo panjang.
Mambilai samo laweh.
Baragiah samo banyak.
Bakati samo barek.
Gadang kayu gadang bahannyo.
Kecil kayu kecil bahannya (andilnya)
Nan ado samo dimakan.
Nan indak samo dicari.
Hati gajah samo dilapah.
Hati tungau samo dicacah.
Gadang agiah baumpuak.
Ketek agiah bacacah.
(Kata-kata “dimata,diperut, didada dalam hal ini artinya bila masalah itu menyangkut dunsanak kita sendiri).
4.6. Hemat Cermat
Pepatah adat menyebutkan sbb:
Manusia
Nan buto pahambuih saluang
Nan pakak palapeh badia
Nan patah pangajuik ayam
Nan lumpuah paunyi rumah
Nan binguang kadisuruah-suruah
Nan buruak palawan karajo
Nan kuek paangkuik baban
Nan tinggi jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak
Nan pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo
Nan kayo tampek batenggang
Nan rancak palawan dunia
Tanah
Nan lereng tanami padi
Nan tunggang tanami bambu
Nan gurun jadikan parak
Nan bancah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan
Nan munggu jadikan pandam
Nan gauang ka tabek ikan
Nan padang tampek gubalo
Nan lacah kubangan kabau
Nan rawan ranangan itiak
Kayu
Nan kuek ka tunggak tuo
Nan luruih ka rasuak paran
Nan lantiak ka bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak
Nan ketek ka tangkai sapu
Nan satampok ka papan tuai
Rantiangnyo ka pasak suntiang
Abunyo pamupuak padi
Bambu
Nan panjang ka pambuluah
Nan pendek ka parian
Nan rabuang ka panggulai
Sagu
Sagunyo ka baka huma
Ruyuangnyo ka tangkai bajak
Ijuaknyo ka atok rumah
Pucuaknyo ka daun paisok
Lidinyo ka jadi sapu
4.7. Waspada
Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb :
Maminteh sabalun anyuik .
Malantai sabalun lapuak .
Ingek-ingek sabalun kanai .
Sio-sio nagari alah .
Sio-sio utang tumbuah .
Siang dicaliak-caliak .
Malam didanga-danga .
4.8. Berani karena benar
Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “‘amar ma’ruf, nahi munkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.
Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.
Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb :
Kok dianjak urang pasupadan Kalau dipindahkan orang pematang
Kok dialiah urang kato pusako .
Kok dirubah urang Kato Daulu
Jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak
Asakan lai dalam kabanaran
Basilang tombak dalam parang
Sabalun aja bapantang mati
Baribu sabab mananti
Namun mati hanyo sakali
Aso hilang duo tabilang
Bapantang suruik di jalan
Asa lai angok-angok ikan
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang
Namun nan bana disabuik juo
Sekali kato rang lalu
Anggap angin lalu sajo
Duo kali kato rang lalu
Anggap garah samo gadang
Tigo kali kato rang lalu
Jan takuik darah taserak
4.9. Arif bijaksano, tanggap dan sabar
Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :
Tahu dikilek baliuang nan ka kaki .
Kilek camin nan ka muka .
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan
Cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak
Tahu didahan ka maimpok
Tahu diunak kamanyangkuik
Pandai maminteh sabalun anyuik
Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:
Gunuang biaso timbunan kabuik
Lurah biaso timbunan aia
Lakuak biaso timbunan sarok
Lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo
Nan putiah tahan sasah
Di sasah bahabih aia
Dikikih bahabih basi
4.10. Rajin
Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :
Kok duduak marawuik ranjau
Tagak maninjau jarah
Nak kayo kuek mancari)
Nak pandai kuek baraja
4.11. Rendah hati
Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas.Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?
Adat Minang memberi pedoman sbb:
Kok manyauak di hilie-hilie .
Kok mangecek dibawah-bawah
Tibo dikandang kambiang mangembek
Tibo dikandang kabau manguak
Dimano langik dijunjuang
Disinan bumi dipijak
Disitu rantiang di patah
Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. Baris pertama diatas tidak berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang.
Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.
Disadur dari : Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
komen ciek ah
dak teratur latak nan iko do ki, hahaha
Posting Komentar