Indonesia sudah banyak mengalami kemajuan pembangunan ekonomi. Berawal dari negara yang dijuluki sabagai negara agraris, yaitu negara dengan sektor pertanian terbesar, saat ini Indonesia telah menjelma menjadi negara dengan industri dan pertambangan yang lebih besar. Kemajuan ekonomi juga telah membawa kesejahteraan masyarakat yang tercermin dalam peningkatan pendapatan perkapita dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, indikator yang lebih bermutu terlihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dari periode 1980 sampai 2010 meningkat dari 0,39 ke 0,60.
Indonesia semakin diharuskan dalam mencapai perubahan dalam pembangunan yang berkelanjutan. Namun, tantangan Indonesia dalam mewujudkan pertumbuhan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat tidaklah mudah. Dalam konteks inilah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyadari perlunya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk memberikan arah pembangunan ekonomi Indonesia 2025.
Pemerintah sedang merumuskan peraturan untuk mendetailkan enam koridor perekonomian yang diharapkan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu strategi utama dari konsep MP3EI yang telah ditetapkan dalam UU No 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Enam koridor ekonomi yang dimaksud adalah Sumatera Timur, Pantai Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat dan Papua
Jadi, fokus pemerintah dalam ekonomi adalah percepatan perluasan pembangunan ekonomi nasional. Rencana pembangunan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) menjadi keunggulan pemerintah untuk menggerakkan roda perekonomian Jawa-Sumatera. Keenam koridor ekonomi dianggap mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7% per tahun. Daya dorong ekonomi daerah berdasarkan keunggulan daerah akan dibangun melalui pembangunan enam koridor ekonomi.
Keenam koridor ekonomi yang sedang disiapkan pemerintah saat ini adalah pertama, Sumatra sebagai pusat sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Kedua, Jawa sebagai pendorong industri dan jasa Nasional. Ketiga, Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Selanjutnya keempat, Sulawesi sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional, kelima, Bali-Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional, serta keenam, Papua-Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera.
Dengan adanya koridor ekonomi tersebut, pendapatan regional domestik bruto (PRDB) diperkirakan akan meningkat hingga empat kali lipat yakni dari US$555 miliar di 2010 menjadi US$1,09 triliun di 2015 dan US$2,16 triliun di 2030. Saat ini, investor dari negara-negara Asia telah menyatakan komitmennya dalam pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia. Mereka dari Jepang senilai USS$60 miliar, Korea Selatan US$20 miliar, dan India US$15 miliar.
Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Penduduk yang besar dengan daya beli meningkat adalah pasar potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar serta ualitas Smuber Daya Manusia (SDM) yang baik adalah potensi daya saing yang luar biasa. Implikasi dari potensi ini adalah penyediaan lapangan kerja dan lahan potensial guna meningkatkan pertumbuhan ekonomo dalam produktifitas. Lebih lagi, jika diasumsikan pendidikan yang membaik, maka pertumbuhan dan percepatan pertumbuhan sangat mendukung. Disamping itu, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan lahan subur. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dapat dikelola dengan seoptimal mungkin dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah.
Walaupun potensi ini merupakan keunggulan indonesia, namun ada beberapa kendala yang menjadi persoalan penting bagi pemerintah. Struktur ekonomi Indonesia masih terfokus pada industri dan pertanian yang mengumpulkan hasil alam. Industri yang menghasilkan nilai tambah produk, proses produksi dan distribusi masih terbatas. Tantangan lain adalah kurangnya infrastruktur yang mampu menunjang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Salah satu infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah konektivitas antar wilayah. Penyediaan infrastruktur ini akan mendorong penurunan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dak mempercepat daya gerak ekonomi. Dalam bidang pendidikan atau Sumber Daya Manusia, Indonesia sepertinya memiliki persoalan mendasar yaitu sebanyak 50% tenaga kerja masih berpendidikan Sekolah Dasar, sementara 8% yang hanya berpendidikan diploma/sarjana.
Secara umum, Koridor Ekonomi Sumatera berkembang dengan baik di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan ekonomi utama seperti perkebunan kelapa sawit, karet serta batubara. Namun demikian, Koridor Ekonomi Sumatera juga memiliki beberapa hal yang harus dibenahi, antara lain:
• Adanya perbedaan pendapatan yang signifikan di dalam koridor, baik antar perkotaan dan perdesaan ataupun antar provinsi-provinsi yang ada di dalam koridor.
• Pertumbuhan kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi yang sangat rendah dengan cadangan yang semakin menipis.
• Investasi yang menurun dalam beberapa tahun terakhir.
• Infrastruktur dasar yang kurang memadai untuk pengembangan industri, antara lain jalan yang sempit dan rusak, rel kereta api yang sudah rusak dan tua, pelabuhan laut yang kurang efisien serta kurangnya tenaga listrik yang dapat mendukung industri.
Koridor Ekonomi Jawa memiliki beberapa hal yang harus dibenahi, antara lain:
- Tingginya tingkat kesenjangan PDRB dan kesenjangan kesejahteraan di antara provinsi di dalam koridor;
- Pertumbuhan tidak merata sepanjang rantai nilai, kemajuan sektor manufaktur tidak diikuti kemajuan sektor-sektor yang lain;
- Kurangnya investasi domestik maupun asing;
- Kurang memadainya infrastruktur dasar.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penopang utama perekonomian Kalimantan adalah sektor migas dan pertambangan yang berkontribusi sekitar 50 persen dari total PDRB Kalimantan. Namun demikian, terdapat beberapa kendala terkait dengan pengembangan perekonomian yang dihadapi oleh Koridor Ekonomi Kalimantan antara lain:
• Adanya tren menurun pada total nilai produksi sektor migas dari tahun ke tahun, sehingga perlu pengembangan secara intensif sektor-sektor lainnya guna mengimbangi penurunan kinerja sektor migas, sehingga perekonomian Kalimantan dapat terjamin keberlanjutannya.
• Terdapat disparitas pembangunan antar wilayah di dalam koridor, baik antara wilayah penghasil migas dengan non-penghasil migas, maupun antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan.
• Terdapat kesenjangan antara infrastruktur pelayanan dasar yang tersedia dengan yang dibutuhkan. Infrastruktur dasar yang dimaksud mencakup infrastruktur fisik seperti jalan, kelistrikan, akses air bersih, dan lain-lain; dan non-fisik (sosial) seperti pendidikan dan layanan kesehatan.
• Realisasi investasi pembangunan di Koridor Ekonomi Kalimantan yang sejauh ini masih tergolong rendah.
Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan kegiatan unggulannya. Meskipun demikian, secara umum terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di Koridor Ekonomi Sulawesi:
• Rendahnya nilai PDRB per kapita di Sulawesi dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia;
• Kegiatan ekonomi utama pertanian, sebagai kontributor PDRB terbesar (30 persen), tumbuh dengan lambat padahal kegiatan ekonomi utama ini menyerap sekitar 50 persen tenaga kerja;
• Investasi di Sulawesi berasal dari dalam dan luar negeri relatif tertinggal dibandingkan daerah lain;
• Infrastruktur perekonomian dan sosial seperti jalan, listrik, air, dan kesehatan kurang tersedia dan belum memadai.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh koridor Bali-Nusa Tenggara, antara lain populasi penduduk yang tidak merata,tingkat investasi yang rendah serta ketersediaan infrastruktur dasar yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan ekonomi utama, yaitu: pariwisata, perikanan dan peternakan.
Secara umum, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain:
• Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah.
• Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan.
• Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi.
• Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua.
Pembangunan ekonomi Indonesia membutuhkan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan swasta. Perlu diperhatikan juga bahwa kemampuan pemerintah dalam anggaran APBN dan APBD sangatlah terbatas. Pola pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran Pemerintah. Akibat anggaran Pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang pesat. Saat ini telah didorong pola pikir yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP). Namun demikian, untuk mempercepat implementasi ini, perlu juga dikembangkan metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Sumber : depkeu.go.id